Thursday, 29 April 2010

Bonceng

Beberapa hari yang lalu saya bertanya di status facebook saya, “Pembonceng itu yang duduk di depan atau belakang?” Alhamdulillah, meski tidak banyak, saya mendapat jawaban. Kebanyakan (eh, kebanyakan apa kesedikitan ya? Kan yang menjawab tidak banyak?!) menjawab yang di depan. Hanya satu yang menulis "di knalpot". Itu Dion, teman SMA saya. Saya memang pertama kali mengenal dia ketika dia sedang duduk di atas knalpot. Mungkin knalpot memang benda ajaib bagi dia dan sebuah inspirasi yang tiada henti.

Kembali ke boncengan. Saya penasaran, apakah jawaban teman-teman saya itu jawaban yang benar, karena tidak ada satupun yang menjawab: “di belakang!” Rasanya aneh jika pilihannya ada dua, tapi yang dipilih cuma satu. Perkara pilihan Dion, itu kan pilihannya sendiri, bukan pilihan yang saya tawarkan, jadi marilah kita meninggalkan Dion yang sedang asyik dengan knalpotnya.

Menurut saya, perkaranya itu satu dan cuma satu, kata bonceng itu sendiri. Saya penasaran dengan arti kata ini. Bonceng, apakah artinya? Saya langsung meluncur ke Kamus Besar Bahasa Indonesia. Berhubung tidak ada yang terbitan Oxford Press, saya memakai kamus buatan Balai Pustaka (versi online juga ada di sini). Hahaha,,, ternyata tidak selamanya Barat itu canggih kawan! Itulah mengapa saya cinta Indonesia. Kamus didapat, langsung saya cari kata “bonceng”. Ketemu.

bon•ceng /boncĂ©ng/ v, mem•bon•ceng v 1 ikut naik (kendaraan beroda dua): ia naik sepeda motor dan adiknya - di belakang;

Hahaha... ini dia. Ternyata, membonceng itu pada makna denotatifnya adalah ikut naik. Dengan contoh kalimat pula: Ia naik sepeda motor dan adiknya membonceng di belakang. Artinya ia naik motor dan adiknya ikut naik di belakang.

Oke, perkara bonceng membonceng kelar. Jelaslah sudah kalo membonceng itu artinya ikut naik (di belakang). Tapi pertanyaanku belum terjawab! Pembonceng, siapakah gerangan dirinya? Yang di depan atau yang di belakang? Kutelusuri lagi kamus buatan Indonesia itu. Ketemu lagi.

pem•bon•ceng n 1 orang yg membonceng;


Hmmm... Orang yang membonceng. Kalo dihubungkan dengan hasil temuanku yang pertama tadi, orang yang membonceng adalah orang yang ikut naik, artinya ia duduk di belakang, bukan begitu? Jawablah “begitu”, jangan “bukan”. Karena dengan menjawab “begitu” berarti sudah memberikan pahala bagi penyusun naskah, penyunting tulisan, pabrik kertas, pabrik tinta, dan percetakan yang sudah memberikan ilmu kepada kita. Bukankah perkara bonceng-membonceng-pembonceng ini adalah suatu ilmu? Jangan jawab bukan, karena saya menyuruh begitu.

Dan kini jelaslah sudah, bagi saya (semoga juga bagi Anda), bahwa pembonceng adalah orang yang duduk di belakang. Lantas, apakah nama buat orang yang duduk di depan? Rasanya saya sependapat dengan kata-kata Citra Resmi tetapi dengan pembalikan. Orang yang duduk di depan, saya ingin menyebutnya terbonceng. Apakah ini sudah baku dan biasa digunakan? Wallahu’alam...

Mulai sekarang, mari kita pakai bahasa Indonesia dengan benar dan baik. Sebelum kita lupa dan diklaim oleh bangsa lain, cintailah segala sesuatu yang ada di dalam Indonesia kita ini, termasuk bangsa, budaya, bahasa, dan juga gadis-gadisnya, hehehee...

Asal Usul Bodoh (edisi I)

Kenapa kita harus bangga menjadi Indonesia? Bagi saya jawabannya sangat banyak. Ratusan, ribuan, bahkan jutaan alasan tersedia untuk menjawab pertanyaan itu. Indonesia, bagi saya adalah negara yang sangat mejemuk. Dengan berbagai keragamannya, ia adalah sebuah kekayaan, harga diri, martabat, dan kebanggaan yang tiada duanya. Bahkan tanpa kita sadari, Indonesia telah mempengaruhi dunia ini dengan hal-hal yang musykil dilakukan oleh bangsa lainnya. Ketika Eropa menjalanai masa reinassance-nya, mungkin Indonesia kala itu belumlah ada. Ia baru menjadi prototype, purwarupa, yang berubah-alih wujud dan nama, dari Singosari, Sriwijaya, dan Majapahit. Tapi sadarkah kita bahwa pada masa itu, Eropa ternyata diam-diam terinspirasi oleh bangsa kita?

Norwegia, konon kabar yang beredar, didirikan oleh dua bersaudara pelaut dari Indonesia. Dari pulau Jawa, kedua tokoh kita ini mengarungi lautan dunia tidak untuk membuktikan ucapan Copernicus bahwa bumi itu bulat. Tidak pula untuk membantah Galileo yang berujar bahwa bumi bukanlah pusat dari semesta. Tapi mereka mengarungi samudera nan ganas hanya karena mereka bukanlah palaut yang ulung. Mereka berdua pelaut kelas menengah, sama keadaanya dengan nelayan-nelayan kita yang kebanyakan tidak beringsut dari ranah melarat. Tak sekolah dan tak paham ilmu bintang, mereka mengarungi lautan sampai ke daratan Eropa, bahkan hampir ke kutub utara! Di daerah utara itulah mereka berdua, layaknya Romus dan Romulus dengan Roma-nya, membangun peradaban lantaran tak bisa pulang karena kapal mereka karam menabrak gunung es. Persis kejadian Titanic. Dan mereka lebih hebat dari Romus - Romulus, tak hanya membangun ibukota, tapi sekaligus membangun negara. Mereka membangunnya dengan penuh cinta, seperti cinta mereka terhadap kampung halaman mereka di pulau Jawa. Saking cintanya, mereka namai ibukota negara itu mirip dengan nama kampung halaman mereka, Oslo. Ya, mereka menamai Oslo, lantaran kampung halaman mereka dari Solo, sebuah kota di Jawa Tengah. Dan kawan, tahukah kalian siapa dua orang pelaut nan gagah perkasa itu? Nama mereka adalah Nur dan Wagio, asli Jawa, asli Indonesia. Karena masalah pengucapan saja, kini kata Nurwagio bergeser menjadi Norwegia.


Swedia, sama halnya dengan negara yang baru kita bahas, Norwegia, founding father-nya juga orang Indonesia. Widya Djajanegara, itu nama asli sang pendiri, khas sunda tulen. Dan karena masalah lidah, lagi-lagi negara si Widya beralih ucap menjadi negara Swedia. Datang ke Eropa pada pertengahan masa reinassance, Widya meletakkan fundamen negara yang menekankan pada citra diri dan kebanggaan atas citra diri itu. Oleh karenanya, pertahanan negara menjadi salah satu perhatian utama pada masa kepemimpinannya. Dia membangun armada laut yang kuat, karena sadar bahwa masyarakat Skandinavia memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dari manusia lainnya. Saking kuatnya, tidak ada yang bisa mengalahkan angkatan laut negara ini. Negara-negara lain menjuluki viking yang kurang lebih artinya vice of king. Mungkin inilah sebabnya viking diadopsi oleh supporter Persib, karena merasa memiliki ikatan emosional yang dalam dengan sang founding father. Ada satu hal yang menarik tentang viking dulu dan sekarang. Ketika Widya mangkat, terjadi ekspansi besar-besaran oleh negara di Eropa tengah ke utara. Kala itu, Norwegia sedang dalam keadaaan tertekan dan hacur habis-habisan. Memahami keadaan negara tetangganya, pemimpin Swedia mengirimkan vikingnya untuk membantu Norwegia. Di negara ini, viking sukses memukul mundur pasukan dari Eropa daratan. Setelah menang perang, rakyat Norwegia mengadakan pesta bersama dengan viking. Karena diterima dengan merasa sangat dekat dan seperti saudara, sebagian besar viking menetap di Norwegia. Dan berita keganasan rakyat Norwegia (dan viking) ketika perang tadi tersebar ke seantero jagat. Jadilah kini viking lebih terkenal berasal dari Norwegia, ketimbang asalnya, Swedia.

Portugal, negara ini tidak jauh berbeda. Cikal bakalnya juga dari Indonesia. Hanya saja, saya masih belum tahu siapa nama pendirinya. Konon kabarnya, negara ini tidak didirikan oleh satu atau dua orang saja, tetapi oleh sekumpulan orang. Sehingga tidak praktis untuk menyebut nama-nama dalam nama sebuah negara. Menurut informasi terbatas, mereka menggunakan nama daerah asal mereka untuk membuat nama negara ini. Daerah asal mereka itu adalah Purwokerto, Banyumas, dan Tegal. Jadilah nergara Portugal yang kita kenal sekarang. Tidak heran apabila Cristiano Ronaldo mengambil asuh Martunis, anak korban tsunami Aceh tahun 2004 silam. Mungkinkah Ronaldo sedikit dari orang yang tau asal usulnya berasal dari Indonesia?

Spanyol, dulu dikenal dengan nama Sepanyol, negara inipun tak luput dari pengaruh Indonesia ketika itu. Pada awalnya, Sepanyol adalah sebuah wilayah yang tidak seluas sekarang dan tidak bernama Sepanyol. Sayang sekali sejarah tidak mengungkap apa nama kerajaan ini sebelum dinamai Sepanyol. Ketika itu Spanyol kuno adalah kerajaan kecil. Kekuasaannya hanyalah di bagian Spanyol utara sekarang. Sedangkan wilayah selatan (daerah Andalusia) dikuasai oleh kekhalifahan Islam dan wilayah timur (Basque dan Katalan) merupakan wilayah dengan kedaulatan sendiri. Baru pada pemerintahan seorang ratu (sayangnya saya lupa namanya), wilayah kerajaan itu diekspansi. Andalusia dicaplok, Basque dan Katalan dipaksa tunduk. Ekspansi yang penuh darah itu sangat memprihatinkan, mengingat pada saat itu di Andalusia terdapat kota pendidikan dan perpustakaan yang tersohor. Karena menganggap kerajaan ini setengah mencuri wilayah kekuasaan dari negara lain, kerajaan itu pendapat nama baru dari publik Eropa, Sepanyol, yang berarti separo nyolong. Bisa ditebak darimana nama itu berasal? Ya, orang-orang Indonesia yang di sanalah yang menyematkannya.

New York. Siapa sangka kota di Amerika ini juga tidak lepas dari pengaruh bangsawan yang ada di Indonesia? Disangka berasal dari koloni Inggris, Yorkshire, ternyata New York dipelopori oleh bangsawan dari Keraton Mataram. Kata New York aslinya adalah New Yorkyakarta Hadiningrat, sebuah daerah yang terkenal dengan jalan Malioboro. Dan Anda juga pasti tidak tahu kan kalau Malioboro ini yang menginspirasi Phillip Morris untuk memereki rokoknya Marlboro? Dan anda pasti juga tidak tahu 'kan, kalau pada awal mulanya, kuda-kuda di iklan Marlboro ditampilkan bersama delman dan kusirnya?

(bersambung)


PS: sebagai pembaca yang mempunyai akal sehat, tentu Anda semua tahu kan, mana yang fiksi dan mana yang bualan dari tulisan saya? ^^

*dedicated to ...